Donderdag 06 Junie 2013

Mengeefektifkan Energi Surya

Kondisi Indonesia sebagai negara tropis di mana matahari bersinar sepanjang tahun membuatnya sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alternatif sumber energi masa depan. Namun, sejauh mana kita memanfaatkan energi mataharidan seberapa efektif menjadi sebuah pertanyaan besar mengingat tenaga surya ini hampir bisa dikatakan abadi tersedia dibandingkan denganenergi fosil yang semakin langka.


Negara-negara di duniapun sudah mulai  tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari fosil ke non-fosil, terutama tenaga surya. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) seharusnya lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja, seperti bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya yang tanpa batas, tenaga surya nyaris tidak memiliki dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.Energi surya telah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantara aplikasi tersebut antara lain :
1. Pencahayaan bertenaga surya2. Pemanasan bertenaga surya, untuk memanaskan air, memanaskan dan mendinginkan ruangan,3. Desalinisasi dan desinfektisasi4. Untuk memasak, dengan menggunakan
Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), dan beberapa negara di Eropa, subsidi pemerintah telah mendorong diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya. Tidak hanya itu, di negara-negara sedang berkembang seperti India dan Mongolia, promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbarui ini terus dilakukan.

Tak mau ketinggalan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik telah meresmikan proyek percontohan PLTS di Bali, akhir Februari kemarin. Ini merupakan pembangunan PLTS pertama di Indonesia sekaligus yang terbesar sementara ini. Dengan pengembangan energi surya ini, daerah-daerah Indonesia yang kekurangan listrik dapat menggunakan matahari dan mengurangi ketergantungan pada energi primer berbahan bakar minyak (BBM).
Secara teori, tenaga surya adalah daya dari segala sesuatu di bumi. Namun, dalam praktiknya, ini adalah masalah logistik. Tenaga surya adalah konversi sinar matahari menjadi listrik melalui perubahan langsung ke photovoltaic (PV) atau dengan berkonsentrasi tenaga surya (concentrating solar power/CSP), menggunakannya untuk merebus air menjadi uap, yang kemudian menghasilkan listrik. Karena matahari hanya memancarkan radiasi pada setiap titik tertentu selama beberapa jam di siang hari dan dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti awan, pemanfaatannya perlu dikombinasikan dengan metode penyimpanan energi.
Komponen Listrik Tenaga Surya
Sebagai langkah awal instalasi listrik tenaga surya, diperlukan beberapa komponen listrik tenaga surya yang mumpuni dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentunya. Komponen tersebut antara lain:
  1. Panel surya/solar cells yang berfungsi mengubah tenaga matahari menjadi listrik.
  2. Controller, yang biasanya terintegrasi dengan kotak baterai, merupakan perangkat elektronik berbentuk kotak yang mengatur aliran listrik dari modul surya ke baterai aki ke perangkat elektrikal di rumah.
  3. Inverter, merupakan rangkaian elektro yang di gunakan untuk mengubah arus direct current (DC) menjadi arus alternating curren (AC). Alat ini dapat di gunakan pada berbagai macam jenis peralatan elektronika.
  4. Baterai, perangkat kimia untuk menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya. Tanpa baterai, energi surya hanya dapat digunakan pada saat ada sinar matahari saja.
Banyak yang menawarkan instalasi listrik tenaga surya pribadi. Potensi tenaga surya sangat luas dan bisa dengan mudah memasok semua energi di dunia. Namun, masalahnya adalah biaya. Produksi panel tenaga surya sangat mahal.

Menurut Tosca Santoso, aktivis HAM dan lingkungan sekaligus pendiri Green Radio dan KBR68H, penggunaan panel surya sebagai metode elektrifikasi memang masih terbilang mahal. Namun itu jika digunakan non-stop selama 24 jam. Menurut dia, penggunaan energi matahari terutama untuk penggunaan pribadi, harus dilihat terlebih dulu tujuannya. Sebab, ini butuh kemampuan baterai, yang bisa saja menggunakan baterai aki, untuk menyimpan energi lebih lama.
Tosca menceritakan, sebanyak 60 rumah di daerah pegunungan Gede Pangrango, Jawa Barat, akhirnya dapat menikmati penerangan lampu dengan memanfaatkan energi surya sebelum PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merambah wilayah tersebut. “Digunakannya memang hanya untuk penerangan di malam hari, dan menggunakan lampu LED 5 watt. Untuk instalasi tenaga surya tersebut dibutuhkan kira-kira Rp100-an juta,” ujarnya.Sel surya ialah sebuah alat yang tersusun dari material semikonduktor yang dapat mengubah sinar matahari menjadi tenaga listrik secara langsung. Sering juga dipakai istilah photovoltaic atau fotovoltaik. Sel surya pada dasarnya terdiri atas sambungan p-n yang sama fungsinya dengan sebuah dioda (diode). Sederhananya, ketika sinar matahari mengenai permukaan sel surya, energi yang dibawa oleh sinar matahari ini akan diserap oleh elektron pada sambungan p-n untuk berpindah dari bagian dioda p ke n dan untuk selanjutnya mengalir ke luar melalui kabel yang terpasang ke sel.
Diakuinya, masih ada masalah pada instalasi, terutama panel surya, yang harus didatangkan dari China karena belum ada panel buatan lokal. Meski listrik dari PLN akhirnya bisa dinikmati, Tosca terus melanjutkan penggunaan energi abadi ini. Tosca bahkan sedang membuat instalasi tenaga surya berkapasitas 2KW untuk penggunaan selama 10 jam, dan biaya yang telah dikeluarkan sekitar Rp160 juta.
Belum Ada Kandungan Lokal
Memang, Direktur Utama PLN Nur Pamudji pernah mengatakan, untuk berinvestasi dalam pengembangan pembangkit listrik menggunakan tenaga surya, perlu disiapkan baterai khusus berkapasitas besar yang akan memakan biaya cukup mahal, terlebih lagi belum adanya produk buatan lokal. Sehingga, jika suatu wilayah hanya mengandalkan pasokan listrik dari PLTS, harga jual listrik menjadi sangat mahal.
Oleh karena itu, PLN meminta pemerintah secara jelas menunjuk komponen apa yang harus diproduksi di dalam negeri, misalnya panel surya, peralatan kontrol, dan baterai. ”Kalaupun saat ini produk itu belum tersedia, maka harus ditargetkan kapan harus tersedia dan tidak boleh impor,” kata Nur.

Peraturan Menteri ESDM tentang harga jual listrik (feed-in tariff) dari pembangkit listrik tenaga surya sebesar US$25-30 sen per KWh diperkirakan segera terbit. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana, penerbitan peraturan tentangfeed-in tariff  ini adalah untuk menarik minat investor agar mengembangkan tenaga surya di Indonesia. Selain itu, jika investor menerapkan tingkat kandungan dalam negeri sebesar 40 persen dalam proyek pembangunan PLTS, mereka bisa mendapat tarif listrik hingga mencapai US 30 sen.
Hal ini diharapkan dapat menjadi insentif bagi investor untuk mengembangkan tenaga surya sekaligus mendorong industri di dalam negeri. Selama ini pengembangan listrik tenaga surya terhambat karena proyek itu membutuhkan investasi tinggi, namun harga jualnya masih rendah. Ini juga yang menyebabkan PLN tidak berani membeli listrik dengan harga mahal karena akan menambah beban subsidi.

Tenaga surya sedang berkembang pesat di seluruh dunia, termasuk dalam proyek-proyek untuk membuat energi terbarukan yang menggabungkan tenaga surya dengan sumber tenaga angin, air dan biomassa. Ini adalah sumber energi yang efektif, tetapi harus dimanfaatkan secara cerdas dan digunakan dalam kombinasi dengan sumber lain.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking